SAMPOERA-SOEN..!
Seni
dan budaya merupakan dua sisi seperti mata uang yang tidak bisa
terpisahkan. Walau sesungguhnya seni itu sendiri adalah merupakan satu
bagian dari budaya atau peradaban hidup suatu bangsa yang mana akan
terus hidup selama manusia itu sendiri ada di muka bumi.
Setiap
negara atau bangsa mempunyai seni dan budaya yang berbeda-beda sesuai
dengan apa yang ditinggalkan oleh para leluhurnya itu sendiri. Namun
demikian di beberapa negara jenis kesenian termasuk jenis alat musiknya
banyak yang memiliki kemiripan. Hal ini bisa saja terjadi disebabkan
oleh adanya pertukaran atau malah sebuah negara memodifikasi alat musik
tersebut dari negara lain yang sudah lebih dahulu terkenal dan kemudian
disesuaikan dengan adat dan budaya setempat.
Seni dan budaya tidak hanya menjadi ciri dan gaya hidup atau hanya merupakan tontonan dari sebuah pagelaran hiburan tapi lebih jauh juga merupakan tuntunan yang selanjutnya akan menjadikan ciri dan jati diri bangsa dimana seni dan budaya itu tumbuh dan berkembang.
Apabila
kita mau belajar lebih jauh tentang seluk beluk dan segala hal yang
berhubungan dengan seni dan budaya soenda maka kita akan menemukan bahwa
bukan saja dari syairnya yang memang indah dan berisikan nasehat,
peringatan, puji-pujian terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa tapi juga dari
nama alat, bentuk alat dan lain sebagainya ternyata mempunyai arti dan
makna serta rahasia tersendiri.
Sesungguhnya
didalam seni dan budaya itu tersimpan makna dan pesan-pesan dari
nilai-nilai luhur ajaran hidup para pendahulu yang sengaja di titipkan
atau disembunyikan lewat seni dan budaya agar dapat dipelajari dan
dilaksanakan dalam hidup dan kehidupan anak cucunya dimasa yang akan
datang.
Namun disayangkan pada saat ini sangat
sedikit sekali generasi penerus bangsa yang peduli dan mau mempelajari
seni dan budaya peninggalan para leluhur. Mereka lebih suka pada seni
dan budaya bangsa lain yang dianggap lebih enerjik, lebih modern dan
lebih gaul.
Situasi dan kondisi tersebut di atas,
sangat memprihatinkan ketika generasi penerus sebagai pewaris negeri
telah melupakan purwadaksi dan tidak mengenali jati dirinya lagi dan
mereka telah melakukan penghancuran nilai-nilai kesejatian yang dulu
dibangun oleh para leluhur pendiri bangsa dan negara ini.
Generasi
muda kita sepertinya lebih bangga terhadap seni dan budaya bangsa lain
sehingga kurang minat atau bahkan tidak suka sama sekali terhadap seni
dan budaya peninggalan para leluhur bangsanya sendiri.Benarkah
seni budaya peninggalan leluhur kita itu ketinggalan jaman dan seni
budaya bangsa lain itu lebih hebat dan lebih modern?
Pada
saat ini perekonomian bangsa kita semakin terpuruk, pengangguran terus
bertambah, anak-anak usia sekolah banyak yang putus atau bahkan tidak
bisa sekolah karena biaya pendidikan yang mahal, hukum sudah tidak lagi
jadi panutan, tensi kriminal terus meningkat, anak-anak remaja
terjerumus pada pemakaian narkoba dan pergaulan bebas, nilai-nilai ahlak
dan moral semakin menurun, sementara itu banyak penyelenggara negara
malah asyik kolusi, korupsi dan nepotisme untuk memperkaya diri mereka
sendiri.
Bangsa dan negara ini benar-benar telah kehilangan jati diri dan wiwaha dimata negara-negara lain.
Bangsa
dan negeri ini sejak dulu ketika masih bernama Galuh – Dwipantara –
Nuswantara (Nusantara) dan sekarang Indonesia telah dikenal sebagai
bangsa yang memiliki adat istiadat, seni dan budaya yang bernilai tinggi
serta peradaban hidup manusia yang luhur dan mulia sehingga terkenal ke
seluruh pelosok dunia sebagai bangsa yang berbudaya, ramah dan santun.
Yang jadi pertanyaan sekarang adalah masihkah negara dan bangsa ini layak mendapat julukan sebagai negara dan bangsa yang ramah dan santun? Apakah bangsa dan negara ini masih kukuh mempertahankan seni dan budaya serta adat istiadat peninggalan para leluhurnya?
Pada
kenyataannya sekarang mayoritas penduduk di negeri ini malah menganut
ajaran dari seni dan budaya bangsa lain. Yang lebih memprihatinkan lagi
adalah bahwa mereka menganggap bahwa ajaran itulah yang paling tepat
dan paling benar, sementara terhadap ajaran, seni dan budaya bangsa
sendiri mereka nyaris tidak perduli bahkan sekedar untuk mendengar atau
mempelajari mereka sudah tidak mau lagi. sehingga tanpa disadari maka
terjadilah penjajahan dan pelecehan terhadap nilai-nilai ajaran sejati
yang pernah dibangun oleh para leluhur mereka sendiri.
Dari
cara berpakaian, makan, bahasa, perilaku hingga nilai-nilai kebenaran
serta kebaikan telah tergantikan oleh ajaran lain yang sesungguhnya
tidak pernah mereka pahami maksud dan arti dari ajaran yang mereka anut
dan banggakan tersebut.
Maka sejak saat itu
terjadilah pemerkosaan terhadap nilai-nilai keberadaban dari ajaran
kebenaran dan kebaikan para leluhur negeri.
Apapun
yang terjadi dalam pola berkehidupan di negara ini tampaknya sudah
menjurus kepada kemerosotan ahlak dan budhi-pekerti yang kian hari kian
menampak di dalam kehidupan sehari-hari seperti; bentrokan politik,
ekonomi, budaya, hingga agama. Pada kenyataannya rakyat tetap bodoh dan
sengsara, kemiskinan muncul dimana-mana, lapangan kerja semakin sulit
sehingga pengangguran kian bertambah terus, pembangunan yang
dilaksanakan tidak berimbang antara satu daerah dengan daerah lainnya
dan alam pun rusak tak terjaga akibat pengelolaan dan pengolahan yang
tidak berwawasan lingkungan.
Hukum
dibungkam tak berdaya seolah tidak mampu lagi mengejawantahkan arti dan
makna keadilan itu sendiri hingga tak mampu melindungi rakyat dan
memuncak kepada ketidakmampuan untuk melindungi kebenaran.
Dari
gambaran di atas, kembali kita diajak untuk menilai secara cerdas,
bijaksana dan hati bersih serta berupaya untuk mencari solusi dan cara
terbaik guna memperbaiki situasi dan kondisi tersebut agar seni dan
budaya peninggalan para leluhur dapat kembali diterapkan dan
dilaksanakan sehingga jati diri bangsa dapat kembali terwujud sebagai
bangsa yang memiliki peradaban tinggi, ramah dan santun.
Kemerosotan
ahlak dan moral yang terjadi terutama pada generasi muda adalah satu
bukti nyata bahwa bangsa ini telah melupakan ajaran luhur dari seni dan
budaya bangsanya sendiri. Banyak upaya yang telah dilakukan baik oleh,
kelompok atau oleh beberapa lembaga yang menamakan diri peduli seni dan
budaya soenda atau bahkan oleh penyelenggara negara untuk mengembangkan
dan melestarikan seni dan budaya namun sampai saat ini belum mampu
menunjukan tanda-tanda kemajuan dan membuahkan hasil sesuai yang
diharapkan.
Kalau pun ada yang
nampak kepermukaan itu hanyalah merupakan kegiatan/pagelaran seni dan
budaya yang hanya sekedar jadi tontonan dan hiburan saja. Sesungguhnya
yang lebih memprihatinkan kita adalah bahwa tidak sedikit
kegiatan/pagelaran seni dan budaya yang dilakukan dan dilaksanakan oleh
kelompok tertentu justru dalam rangka mencari dan mengeruk keuntungan
finansial belaka sementara pengembangan, pemberdayaan dan pelestarian
dari nilai-nilai luhur seni dan budaya itu sendiri sama sekali tidak
mereka laksanakan..
Munculnya
kelompok-kelompok tertentu dan atau komunitas yang menamakan diri
peduli budaya soenda perlu disyukuri serta disikapi secara arif dan
bijaksana, namun yang terpenting adalah bagaimana pada saat ini kita
berbuat dalam upaya mewujudkan karya nyata untuk dapat membuktikan dan
mewujudkan kepada masarakat bahwa nilai-nilai luhur seni dan budaya
soenda adalah benar-benar sebuah sistem dan tatanan hidup yang akan
membawa kehidupan bermasarakat, berbangsa dan bernegara ini menuju ”Subur Makmur - Gemah Ripah - Repeh Rapih - Kerta Raharja - Wibawa Mukti “ yang pada akhirnya akan mampu mengahantarkan bangsa dan negara ini menuju negara dan bangsa yang memiliki “ Harkat, Derajat dan Martabat. (komara wibawa dan wiwaha) , berbudi luhur, santun dan bersahaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar